Cepuraya.id, Blora – Di Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, terdapat tugu Jenderal TNI Kanjeng Gusti Pangeran Harjo (KGPH) Djatikusumo. Adalah sosok tokoh pahlawan nasional Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pertama Indonesia.
Tugu setinggi 10 meter itu berada tepat di depan Taman Djatikusumo. Warnanya coklat tembaga menghadap ke Tugu 20 Mei Cepu yang berada di tengah simpang lima, pertemuan Jalan Ronggolawe dan Jalan Diponegoro.
Dikemukakan Komando Rayon Militer (Koramil) Cepu, Kapten Inf Surana, sejarah awal mulanya KGPH Djatikusumo sebelum menjadi KSAD pertama Indonesia adalah seorang Panglima Divisi V Ronggolawe di Mantingan yang kemudian dipindah ke Cepu, Kabupaten Blora.
“Divisi V Ronggolawe yang dipimpin KGPH Djatikusumo berhasil menumpas pergerakan PKI Madiun di Cepu,” katanya, ditulis Selasa (8/4/2025).
Surana menyampaikan, bahwa dulunya Cepu merupakan salah satu kandang terbesarnya pelarian eks PKI Madiun pada era Pergerakan Nasional.
“Monumen yang dibangun di Cepu adalah bentuk penghormatan kepada KGPH Djatikusumo yang dibangun pemerintah agar selalu diingat sejarahnya oleh masyarakat,” katanya.
Atas jasa-jasanya kepada negara Indonesia, KGPH Djatikusumo dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 073/TK/Tahun 2002, tanggal 6 November 2002.
Tentang KGPH Djatikusumo
KGPH Djatikusumo adalah tokoh kelahiran Surakarta pada 1 Juli 1917. Dirinya merupakan putra bangsawan berdarah keraton dari sang ayahanda bernama Susuhunan Pakubuwono X dan seorang ibu bernama Kirono Rukmi.
Adapun saudaranya bernama Susuhunan Paku Buwono XI, GPH Purbonegoro, Gusti Raden Ayu, Bratadiningrat, dan Kusumodiningrat.
KGPH Djatikusumo menikah dengan Raden Ayu Suharsi Widyanti, putri bangsawan Keraton Mangkunegara Solo pada 1 Juni 1947 dan dikaruniai tiga orang putri.
Dulu, ayahanda KGPH Djatikusumo sebenarnya menginginkannya agar menjadi seorang prajurit dengan belajar di Akademi Militer di Breda. Namun, dirinya lebih memilih untuk bersekolah di sekolah tehnik tinggi di Delft, Belanda.
KGPH Djatikusumo tidak bersedia dengan alasan bahwa, Akademi Militer di Breda mewajibkan setiap lulusan bersumpah setia kepada Ratu dan Konstitusi Belanda.
Pada tahun 1939 pasca meletusnya perang dunia II, KGPH Djatikusumo usai bersekolah tehnik tinggi di Delft Belanda, kemudian kembali ke Tanah Air dan meneruskan pendidikannya di sekolah militer Corps Opleiding Reserce Officieren (CORO).
Sebagai seorang perwira lulusan CORO, KGPH Djatikusumo turut bertempur melawan pasukan Jepang di Ciater, Bandung, Jawa Barat.
Pendidikan militernya setelah dari CORO, kemudian diteruskan di sekolah tentara PETA (Pembela Tanah Air) di Bogor, Jawa Barat pada masa pendudukan Jepang. Setelah dari PETA, KGPH Djatikusumo kemudian ditempatkan di Daidan (Batalyon) PETA di Solo, Jawa Tengah.
Pasca proklamasi kemerdekaan, KGPH Djatikusumo masih melanjutkan karier militernya sebagai komandan batalyon kemudian sebagai Panglima Divisi IV di Salatiga.
Pada 1 Juni 1946 hingga 1 Maret 1948 , KGPH Djatikusumo diangkat menjadi Panglima Divisi V Ronggolawe di Mantingan, Kabupaten Rembang yang kemudian dipindahkan ke Cepu, Kabupaten Blora.
Setelah usai menjadi divisi V Ronggolawe tahun 1948, kemudian KGPH Djatikusumo diangkat sebagai Direktur Akademi Militer di Yogyakarta. Pada tahun itu, dirinya juga menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pertama Indonesia.
KGPH Djatikusumo turut berperan dalam melakukan perlawanan terhadap Belanda. Saat terjadi Agresi Militer ke 2, dirinya memimpin para taruna Akademi Militer bergerilya di sekitar Yogyakarta.
Setelah berakhirnya perang kemerdekaan, berbagai jabatan yang pernah dipangku KGPH Djatikusumo antara lain adalah Komandan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) dan Direktur Zeni Angkatan Darat.
Selain berkarier di militer, KGPH Djatikusumo memegang peranan di pemerintahan Indonesia seperti Menteri Perhubungan, Pos, Telekomunikasi, dan Pariwisata.
Sederet jabatan lain yang pernah KGPH Djatikusumo adalah Konsul Jenderal RI di Singapura, Dutabesar dan Berkuasa penuh RI untuk Malaysia, kemudian untuk kerajaan Maroko, dan Republik Prancis serta yang terakhir sebagai Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Pangkat militer terakhir yang disandang KGPH Djatikusumo adalah Letnan Jenderal. Kemudian dinaikkan oleh pemerintah menjadi Jenderal Kehormatan.
Jenderal KGPH Djatikusumo tutup usia pada 4 Juli 1992 di Jakarta. Jenazahnya dikebumikan di Komplek pemakaman Imogiri, Bantul, Yogyakarta.